![]() |
Pendidikan, Pendidikan Murah, Pendidikan Mahal, Pendidikan di Indonesia |
[Al Islam 565] Penyelenggaraan
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 telah
berakhir. Jumlah peserta yang lolos SNMPTN mencapai 118.233 orang dari
540.953 orang yang mendaftar. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun
lalu, yang hanya 92.511 kursi. Daya tampung penerimaan melalui SNMPTN
meningkat, dari 96.684 kursi pada tahun lalu menjadi 119.041 kursi pada
tahun ini.
Jumlah total
mahasiswa yang diterima melalui SNMPTN akan mengisi 60% dari total daya
tampung 60 PTN yang ada di seluruh Indonesia. Hal itu sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 34 Tahun 2010 tentang Pola
Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi yang
Diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun 40 persennya akan diterima
melalui seleksi mandiri oleh masing-masing PTN. Seleksi jalur mandiri
itu mungkin lebih tepat disebut sebagai seleksi masuk jalur berbasis
uang mengingat besarnya uang yang harus dibayarkan.
Daya tampung PTN seluruh Indonesia saat ini sekitar dua ratus
ribuan mahasiswa baru. Jumlah itu ternyata belum sebanding dengan
jumlah lulusan SMU. Menurut anggota Komisi X DPR, Reni Marlinawati,
lulusan SMU ada sekitar 1,5 juta orang (Okezone, 4/6). Itu artinya ada
1,2 juta lulusan SMU yang tidak bisa ditampung oleh PTN. Dari jumlah
itu hanya sekitar 30 persen yang mampu masuk perguruan tinggi swasta.
Terbatasnya
daya tampung perguruan tinggi itu sebenarnya bukanlah seleksi pertama
bagi lulusan SMU untuk bisa meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.
Seleksi pertama-tama adalah mahalnya biaya.
Jenjang pendidikan tinggi yang seharusnya bisa dinikmati oleh
semua kalangan, ternyata hanyalah khayalan belaka. Mahalnya biaya
membuat mereka yang kurang mampu mengurungkan cita-cita mengecap
pendidikan tinggi. Wajar jika sekitar 60 % lulusan SMU mengaku tidak
akan melanjutkan ke perguruan tinggi dan lebih memilih untuk mencari
kerja. Bukannya mereka tidak ingin, melainkan terpaksa karena mahalnya
biaya.
Mahalnya biaya sekolah di PT bisa dilihat dari besarnya biaya
masuk dan SPP tiap semesternya. SPP atau biaya operasional yang harus
dibayar oleh mahasiswa di PTN banyak yang mencapai 5 juta persemester
bahkan tidak sedikit yang jauh lebih besar dari angka itu. Sementara
untuk uang masuk rata-rata mencapai puluhan juta bahkan untuk fakultas
tertentu (kedokteran dan manajemen/bisnis) bisa lebih dari 100 juta.
Misalnya, di Unair biaya jalur mandiri mencapai 175 juta per
mahasiswa. Sementara di ITS mencapai 50 juta per mahasiswa dan jumlah
sebesar itu dinilai tidak mahal, tentu jika dibandingkan PTN lain
(lihat, okezone,15/6). Mahalnya biaya itu ternyata juga dialami
mahasiswa yang masuk melalui jalur reguler. Di UGM misalnya, untuk
Fakultas Ilmu Keperawatan Gigi yang harus dibayar saat masuk mencapai 37
jutaan, fakultas Teknik Mesin 20 juta dan fakultas kedokteran mencapai
100 juta. Sementara di UNDIP Semarang, biaya daftar ulang antara Rp
8,6 juta hingga Rp 29,5 juta (lihat, kompas, 11/7)
Akar Masalah
Penyediaan
pendidikan berkualitas memang membutuhkan biaya besar. Menurut Rektor
Universitas Negeri Yogyakarta Rohmat Wahab, biaya
operasional pendidikan untuk mahasiswa prodi IPS berkisar 22 juta per
tahun dan untuk prodi IPA 26 juta-28 juta per tahun (Kompas, 11/7).
Karena kucuran dana bagi perguruan tinggi sangat minim, untuk bertahan
hidup dan mengembangkan diri, pengelola perguruan tinggi terpaksa
menerapkan mekanisme pasar.
Memang anggaran untuk fungsi pendidikan sudah mencapai 20%
dari APBN yang tahun ini sebesar 248 triliun (20,2 % APBN). Dari jumlah
itu, 158 triliun (60%) ditransfer ke daerah. Hanya 89 triliun yang
dikelola pemerintah pusat yang disebar untuk 18 kementerian/lembaga.
Yang dikelola Kemdiknas sendiri hanya 55 triliun yang dibagi untuk
program pendidikan dasar 12,7 triliun (23%), pendidikan menengah 5
triliun (9,1%), dan pendidikan tinggi 28,8 triliun (51,9%). Anggaran
Dikti (pendidikan tinggi) itu termasuk di dalamnya PNBP (penerimaan
negara bukan pajak), sehingga terlihat sangat besar. Dan semua jumlah
itu sebagian besarnya untuk gaji guru dan dosen.
Inilah pangkal masalah mahalnya biaya pendidikan itu. Yaitu
negara ini menggunakan paradigma kapitalisme dalam mengurusi
kepentingan dan urusan rakyat termasuk pendidikan. Ideologi Kapitalisme
memandang bahwa pengurusan rakyat oleh Pemerintah berbasis pada sistem
pasar (market based system). Artinya, Pemerintah hanya menjamin
berjalannya sistem pasar itu, bukan menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat. Dalam pendidikan, Pemerintah hanya menjamin ketersediaan
sekolah/PT bagi masyarakat; tidak peduli apakah biaya pendidikannya
terjangkau atau tidak oleh masyarakat. Pemerintah akan memberikan izin
kepada siapa pun untuk mendirikan sekolah/PT termasuk para investor
asing. Anggota masyarakat yang mampu dapat memilih sekolah berkualitas
dengan biaya mahal. Yang kurang mampu bisa memilih sekolah yang lebih
murah dengan kualitas yang lebih rendah. Yang tidak mampu dipersilakan
untuk tidak bersekolah.
Kebijakan minimalisasi pembiayaan pendidikan oleh negara itu
diantaranya merupakan bagian dari agenda penjajahan. Kebijakan itu
merupakan bagian dari syarat pemberian utang oleh Bank Dunia. Di dalam Indonesia
Country Assistance Strategy (World Bank, 2001) disebutkan, “Utang-utang
untuk reformasi kebijakan memang merekomendasikan sejumlah langkah
seperti privatisasi dan pengurangan
subsidi yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi belanja
publik”.
Pendidikan, Akibat Pendidikan Mahal, Pendidikan Mahal, Rakyat Miskin, Pendidikan di Indonesia |
Akibat Mahalnya Pendidikan
Mahalnya pendidikan
itu menyebabkan terjadinya ‘lingkaran setan’ kemiskinan. Karena mahal
maka banyak dari generasi umat yang tidak bisa mengembangkan potensi
dirinya sehingga mereka tetap dalam kondisi miskin dan bodoh. Selain
itu, masyarakat makin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
Menurut menteri pendidikan Muhammad Nuh, pada tahun 2008/2009
mahasiswa dari kalangan tidak mampu sekitar 3 persen, tahun 2009/2010
4,6 persen dan tahun 2010 sekitar 6 persen. Artinya, sekitar 94 persen
berasal dari keluarga menengah atas (Kompas, 11/7).
Pendidikan berkualitas akhirnya hanya bisa dinikmati oleh
kelompok kaya. Mereka dengan pendapatan menengah ke bawah akan putus
sekolah di tingkat SD, SMP, atau paling tinggi SMU. Padahal sekolah
dapat menjadi pintu perbaikan kompetensi masyarakat agar mereka mampu
merancang perbaikan taraf hidupnya. Akhirnya orang miskin akan terus
terjebak dalam kemiskinan secara turun temurun.
Pendidikan, Pendidikan Murah, Pendidikan mahal, Pendidikan di Indonesia |
Di samping itu, mahalnya pendidikan justru akan
melanggengkan penjajahan Kapitalisme di Indonesia. Sebab, kunci utama
untuk keluar dari penjajahan dan menuju kebangkitan adalah peningkatan
taraf berpikir umat. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam
peningkatan taraf berpikir umat tersebut. Sumberdaya alam (SDA) yang
melimpah akhirnya lebih banyak menjadi jarahan penjajah asing. Dengan
makin mahalnya pendidikan maka negeri ini berpotensi makin lama berada
dalam cengkeraman penjajahan kapitalisme global.
Solusi
Islam
![]() |
Pendidikan, Pendidikan Murah, Pendidikan mahal, Pendidikan di Indonesia |
Pelayanan pendidikan berkualitas dengan
biaya murah bahkan gratis hanya akan bisa diberikan oleh sistem Islam.
Dalam Sistem Islam penyediaan layanan pendidikan adalah tanggungjawab
dan kewajiban negara. Karena itu, pembiayaan pendidikan adalah
kewajiban negara, bukan dibebankan kepada rakyat peserta didik. Hal itu
bisa dilihat dari sirah Rasul saw. Rasul menjadikan tebusan tawanan
perang Badar (tebusan tawanan perang merupakan harta milik negara) di
antaranya adalah dengan mengajari baca tulis sepuluh orang anak kaum
muslim. Itu menunjukkan bahwa penyediaan pendidikan adalah
tanggungjawab dan kewajiban negara.
Di samping itu, dalam sistem Islam, hubungan Pemerintah dengan
rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Dalam Islam
pemerintah bukan hanya menjadi regulator, tetapi bertanggungjawab penuh
atas pemeliharaan urusan rakyat. Rasulullah saw. bersabda:
« اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ
هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ »
Seorang Imam (Khalifah/kepala
negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban
atas rakyat yang diurusnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Sistem Islam menjamin penyediaan
layanan pendidikan berkualitas dengan biaya murah bahkan tanpa biaya
akan bisa direalisasikan. Sebab, Islam memiliki serangkaian hukum yang
mengatur pengelolaan kekayaan. Negara di antaranya bisa membiayainya
dari harta milik negara seperti: ghanimah, jizyah, fay’i, kharaj,
usyur, harta ghulul penguasa, pejabat dan aparatur negara, harta waris
yang tidak ada ahli warisnya, dsb.
Selain itu, biaya tersebut juga bisa diambil dari hasil
pengelolaan harta milik umum. Islam menetapkan harta-harta tertentu
sebaga milik umum. Di antaranya: fasilitas umum; barang tambang yang
depositnya besar seperti emas, perak, tembaga, besi, migas, batubara,
bauksit, dsb; harta yang tabiat pembentukannya menghalangi untuk
dimiliki pribadi, seperti danau, laut, selat, teluk, jalan, sungai,
dsb. Semua harta milik umum itu melimpah ruah ada di negeri ini. Namun
karena dikelola secara salah, maka manfaatnya tidak dirasakan oleh
rakyat pemiliknya. Hanya jika dikelola menurut sistem Islam saja, semua
itu akan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan untuk rakyat, di
antaranya dengan mendapat pelayanan pendidikan berkualitas dengan biaya
murah bahkan tanpa biaya.
Semua itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan
secara kaffah dalam bingkai Khilafah’ala minhaj an-nubuwwah. Hanya
dengan itu, slogan pendidikan untuk semua (education for
all) bisa benar-benar terwujud. Wallâh a’lam bi ash-shawâb.
[]
Komentar al-Islam
Bank Indonesia (BI)
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai kisaran
6,3-6,8 persen pada tahun 2011 atau lebih baik dari perkiraan
sebelumnya yakni 6,1-6,6 persen. (Antaranews.com, 12/7)
- Jangan terkecoh, sebab akibat sistem ekonomi kapitalisme, sebagian besar akan dinikmati oleh segelintir orang dari masyarakat.
- Pertumbuhan tinggi tanpa pemerataan melalui distribusi kekayaan secara adil tidak banyak memberbaiki tingkat kemakmuran rakyat
- Hanya dengan Sistem Ekonomi Islam dalam bingkai Khilafah saja, pertumbuhan akan disertai pemerataan secara adil.
1 komentar:
Hahahaha, sekolah sekolah kita, kampus-kampus kita, jadi pasar semuanya !!! jadi pabrik yang menciptakan mesin2 ...
tengs sahabat atas pencerahannya, mohon komentar balik ke >> Eksistensi PMII di kampus UMM
Posting Komentar